Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar Tandjung, menyatakan hujatan atau kecaman wajar diterima seorang pemimpin. Termasuk jika pemimpin dianalogikan kerbau oleh sekelompok orang, itu adalah wajar dalam demokrasi.
"Kita juga tidak perlu mengalami suatu kegoncangan," kata Akbar. "Itulah risiko jadi pemimpin," ujarnya usai sebuah diskusi di Megawati Institute, Jakarta, Rabu 3 Februari 2010.
Akbar mengaku, pernah juga mengalami masa seperti itu. Namun Akbar tidak sampai kehilangan keseimbangan. "Kita harus tetap firm dalam menjalankan tugas. Itulah ujiannya antara lain menjadi seorang pemimpin," ujar mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu.
Namun Akbar sendiri melihat, para demonstran itu berlebihan dan tidak pantas menggunakan seekor kerbau dalam demonstrasi. "Dia (Presiden SBY--red) kan simbol negara yang telah dipilih rakyat secara langsung," ujar Akbar. "Jangan ucapan-ucapan tidak tepat, tidak sejalan denegn budaya, gambar yang kurang tepat disampaikan," katanya.
Akbar menyatakan, Presiden bukanlah orang yang lamban seperti digambarkan para demonstran pada 28 Januari itu. Presiden dalam mengambil keputusan harus mempertimbangkan banyak hal, sehingga bagi orang lain bisa saja dianggap lamban meski sebenarnya tidak.
"Kita harus lihat, presiden tidak ragu mengambil keputusan," ujar Akbar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar