Advertisement

Page Ranking Tool

Selasa, 02 Maret 2010

Teriakan Maling Sampai Ilmu Lain Ala Boediono

Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono dua kali memenuhi undangan dalam rapat pemeriksaan Panitia Khusus (Pansus) Angket Bank Century. Ada beberapa peristiwa dan pernyataan yang terjadi selama dua kali rapat pemeriksaan Boediono.

Boediono yang kini menjabat Wakil Presiden pertamakalinya memenuhi undangan 30 orang Pansus Century pada Selasa, 12 Desember 2009, di Gedung DPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarta.

Boediono saat itu mempertegas bahwa keputusan menyelamatkan Bank Century itu salah satunya karena krisis global. Menurut Boediono, krisis 2008 itu disamakan kondisinya dengan krisis 1997/1998.

Empat hal ciri itu adalah :
1. Modal keluar dari Indonesia sangat cepat sekali
2. Likuditas dalam negeri kurang
3. Kemacetan dalam pasar uang
4. Rumor yang beredar luar biasa

"Landasan yang kami gunakan adalah hasil dari analisa mereka yang ditugaskan untuk mengolah dari berbagai sistim informasi yang dimiliki oleh Bank Indonesia," kata Boediono dalam penjelasan kepada Pansus Century di DPR, Selasa 22 Desember 2009.

Penyelamatan Bank Century, menurut Boediono, kasusnya memang berbeda dengan kondisi Bank IFI yang ditutup. Bank IFI ditutup karena saat itu kondisi secara umum krisis sudah mereda. "Bank Century, situasinya sedang dipuncak krisis," ujarnya.

***

Di bagian lain, Boediono mengakui ada 'ilmu lain' yang akhirnya membuat pemerintah memutuskan bahwa penyelamatan Bank Century itu akan berdampak sistemik bagi sistem perbankan di Indonesia. Acuan 'ilmu' yang dipakai Boediono itu berbeda dengan yang digunakan mantan Gubernur BI lainnya Burhanuddin Abdullah.

"Ada ilmunya, Pak Burhan menggunakan definisi SIB (Sistemically Important Bank). Ukurannya bank-bank besar, 15 terbesar, tapi tidak untuk mengelola situasi krisis," kata Boediono.

Sistemically Important Bank atau SIB itu adalah daftar bank-bank memiliki dampak sistemik dalam sistem perbankan Indonesia. SIB tidak untuk mengelola situasi krisis, tetapi berlaku pada situasi krisis terbatas. "Karena, pada situasi krisis butuh instrumen yang harus mengalami perubahan yang cepat," ujar Boediono.

Menurut dia, dalam situasi yang harus menghadapi situasi psikologi pasar, pada saat itu, situasinya mirip seperti tahun 1997. "Dimana 16 bank ditutup itu hanya kurang dari 2 persen. Tapi situasinya berbeda dibandingkan dengan 15 bank besar itu," tegas Boediono.

Meski kontribusinya hanya 1 persen dari seluruh perbankan nasional, Boediono menilai dalam situasi krisis, menutup Bank Century bisa memicu krisis lebih dalam. Dia mengingatkan, kondisi serupa pada 1997-1998 saat BI menutup 16 bank.

Porsi 16 bank yang ditutup itu dalam perbankan nasional hanya sekitar 2 persen. Namun, kenyataannya mampu menggoyang kondisi perekonomian Indonesia hingga terpuruk.

***

Boediono juga menjelaskan mengapa Bank Indonesia (BI) mendefinisikan krisis saat Century akan kolaps. Pertimbangan ini yang menjadi salah satu dasar penggelontoran dana talangan (bail out) Rp 6,7 triliun.

Likuiditas di dalam Indonesia pun kering saat itu. "Bank itu seperti ikan yang berenang di air likuiditas. Apalagi uang mengalir terus ke luar Indonesia. Kalau airnya kering, ikannya mati," kata Boediono.

Selain itu, kata dia, kurs Indonesia melonjak tajam hingga nilai tukar Rupiah bertengger di Rp 13 ribu.

Di sisi lain, pinjaman antar bank pun macet karena masing-masing bank menyetop pinjaman. "Ini semua menimbulkan resiko dan krisis," kata dia.

Boediono juga mengaku ada skenario besar dalam penyelamatan Bank Century. "Skenario besar memang ada, tapi untuk menyelamatkan bank (bukan untuk alasan lain). Saat itu situasinya krisis," tegas Boediono.

Kehadiran Marsilam Simanjuntak dalam Rapat Bank Indonesia dengan Pemerintah pada tanggal 13 November 2008 juga menjadi bahan jawaban Boediono. "(Itu) rapat konsultasi antara anggota KSSK, termasuk BI. Statusnya antara pejabat-pejabat terkait, tidak rapat umum. Rapat terbatas, tapi tidak mengambil keputusan," ujarnya.

Dalam rapat konsultasi tersebut, Boediono tetap mengatakan Marsilam berperan sebagai narasumber. Namun Ganjar mengatakan berdasarkan keterangan Raden Pardede, Marsilam dari Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Reformasi.

***

Pada saat memenuhi undangan rapat pemeriksaan yang kedua, Selasa 12 Januari 2010, sempat terjadi insiden yang membuat ricuh rapat Pansus Century dengan Boediono.

Adalah Ahmad La Ode Kamaludin atau Kamal (35), aktivis dari Komite Aksi Pemuda Antikorupsi (Kapak) meneriaki Boediono dengan kata-kata 'Maling'. Saat itu, Boediono sedang memberikan keterangan tentang status uang Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS.

"Saya tidak tahu uang LPS itu uang negara atau bukan," kata Boediono. Tiba-tiba dari atas balkon, pria botak dan berperawakan agak gemuk itu tiba-tiba berteriak, "Boediono maling, Boediono maling."

Dia berteriak berkali-kali. Kamal dibekuk petugas dan digiring ke Polda Metro Jaya. Dari atas Balkon, pria itu langsung ditarik dan dibawa turun dari balkon. Tetapi dia terus berteriak-teriak. Dia pun langsung dibawa ke Pos Pamdal.

Entah terjadi kekerasan atau tidak. Yang pasti tindakan itu sempat menyita perhatian Pansus dan Boediono. "Tolong-tolong jangan ada kekerasan," kata Ketua Pansus Century Idrus Marham.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar