Advertisement

Page Ranking Tool

Kamis, 13 Mei 2010

Bisnis Arwana Raksasa yang Sandung Susno

Senjata Makan Tuan'. Pepatah itu sedikit mirip dengan nasib Komisaris Jenderal Susno Duadji yang membeberkan kasus 'mafia Arwana' PT Salmah Arowana Lestari (SAL) yang berlokasi di Pekanbaru, Riau.

Karena kasus itu pulalah mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri itu kini meringkuk di tahanan Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, sejak semalam.

Bagaimana sebetulnya latar belakang kasus ini? Kasus Arwana bermula dari dugaan penyerobotan Kawasan Tanaman Hutan Rakyat (Tahura) Sultan Syarif Hasyim (SHH) di Riau. Kawasan itu diduga dicaplok dan dibuat untuk kepentingan bisnis.

Kepentingan bisnis yang diduga mengambil lahan hutan yang dilindungi adalah penangkaran ikan Arwana, yang disebut-sebut terbesar di dunia, PT Salmah Arowana Lestari.

Bahkan, permasalahan kasus ini sampai ke meja Menteri Kehutanan saat itu, MS Ka'ban. Gubernur Riau HM Rusli Zainal mengatakan permasalahan perusahaan ikan Arwana ini menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah.

"Masalah (penangkaran arwana) ini akan dirapatkan ke Jakarta," kata Rusli Zainal saat itu, Rabu 16 September tahun lalu.
   
Kasus ini menjadi dilematis bagi Rusli Zainal. Karena di sisi lain, perusahaan itu bisa menambah pendapatan daerah.

Tetapi, Rusli Zainal berharap perusahaan yang beroperasi itu juga harus mengacu kepada ketentuan yang berlaku. "Termasuk juga kewajiban mereka. Karena penangkaran ini bisa memberikan pendapatan kepada daerah," ujar Rusli saat itu.

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Trisnu Danisworo kepada VIVAnews saat itu mengakui bahwa di dekat kawasan Tahura memang ada perusahaan penangkaran ikan Arwana yang berdiri di atas areal seluas 126,61 hektare.

Mengenai apakah perusahaan itu masuk dalam kawasan Tahura dan mengekploitasi sungai di wilayah itu, Danisworo tidak bisa memberikan kepastian. "Itu bukan wewenang kami. Itu domainnya pihak kehutanan yang menangani kawasan Tahura," jelas Danisworo.

Adalah Pembina DPP Rumpun Melayu Bersatu Hulubalang Melayu Serumpun (RMB HMS), Susilowadi, yang pertama 'meramaikan' kasus dugaan penyerobotan lahan hutan itu.

Setelah timnya turun ke lapangan, Susilowadi melihat beberapa kejanggalan. "Ini jelas-jelas pelanggaran," kata Susilowadi kepada VIVAnews, Jumat, 11 September 2009 silam.

Belakangan, kasus ini semakin panjang karena pengusaha Singapura disebut-sebut juga menggugat pemilik PT Salmah Arowana Lestari, Anuar Salma alias Amo. Gugatan terkait dugaan penggelapan dana.

Semalam, salah satu pengacara Susno Duadji, Muhammad Assegaf menyebut ada Jenderal Polisi Bintang Tiga yang menjadi salah satu pemegang saham PT Salmah Arowana Lestari.

"Seorang jenderal bintang tiga. Inisial silakan cari sendiri," kata Assegaf di Mabes Polri, Jakarta, Selasa 11 Mei 2010 malam.

Markas Besar Polri justru mempertanyakan pernyataan yang dibuat Assegaf. Polri meminta agar Susno Duadji dan tim kuasa hukumnya agar blak-blakan tapi dalam koridor hukum.

"Sampaikan saja pada pengacaranya, tolong disampaikan pada kliennya agar apa yang disampaikan itu dituangkan dalam berita acara," kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Edward Aritonang saat dihubungi, Rabu 12 Mei 2010.

VIVAnews mencoba mengkonfirmasi Anuar Salma alias Amo. Dua dari tiga nomor telepon selularnya sudah di luar jangkauan. Hanya mesin penjawab otomatis yang meminta meninggalkan pesan.

Satu nomor lainnya justru menyasar ke seorang pemilik nomor di Jakarta. Seorang pria yang kini memegang nomor itu membeli nomor telepon selular itu sejak Oktober tahun lalu.

Telepon nyasar dari VIVAnews adalah yang kesekian-puluh kali yang dia terima. "Biasanya yang salah sambung itu telepon dari bank," kata pria yang kini pemilik nomor Amo. Kaget bukan kepalang ketika dia diberitahu bahwa nomor ini terkait kasus yang menyeret Susno Duadji.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar