Ketua Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, meminta demonstrasi dilakukan dengan wajar, tanpa melupakan etika. Demokrat menilai demonstrasi dengan menggunakan kerbau adalah tak mengindahkan etika itu.
"Jika SBY bicara dan mengkritik demonstrasi yang diekspresikan dengan kerbau, teriakan maling, membakar foto, dan sebagainya, karena SBY amat peduli dengan etika politik," kata Anas. "Bukan karena antikritik dan bukan karena mau berkeluh-kesah," ujarnya secara tertulis ke VIVAnews, Rabu 3 Februari 2010.
Menurut Anas, sebagai bagian dari ekspresi politik dan kebebasan berpendapat, demonstrasi adalah hal yang wajar dan biasa saja. Bahkan secara sadar, itu dilindungi, diberi kesempatan dan diatur oleh undang-undang. "Semata-mata karena itu adalah bagian absah dari demokrasi," ujarnya.
Tetapi demonstrasi tetap membutuhkan panduan etika dan kepatutan. Kalau tanpa etika, demonstrasi tidak akan menjadi ekspresi demokrasi dan sikap kritis. "Justru demonstrasi yang tunaetika akan menjadi kepanjangan dari kebencian dan ketidakdewasaan," kata Ketua Fraksi Demokrat itu.
Karena itu, sebaiknya demonstrasi dijauhkan dari cara-cara yang kasar dan tanpa etika. Demonstrasi harus dijaga martabatnya. "Demonstrasi perlu dipurifikasi. Jika demonstrasi tuna etika diteruskan, akan berpotensi menjadi penyakit demokrasi dan lahan persemaian kebencian politik," ujarnya.
Demonstrasi menggunakan kerbau pertama kali terjadi pada 28 Januari 2010 lalu. Di perut kerbau itu tertulis nama "Si Bu Ya" dan di pantatnya terdapat gambar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar