Advertisement

Page Ranking Tool

Selasa, 23 Februari 2010

Beberapa Cara Redam Efek Gempa pada Bangunan

Indonesia telah berulang kali dilanda gempa bumi. Namun, tindakan nyata untuk pengurangan kerentanan terhadap bangunan yang ada masih jauh dari harapan. Hingga saat ini, belum ada tindakan signifikan yang dilakukan pada bangunan-bangunan di daerah lain dengan tingkat ancaman kegempaan yang sama atau bahkan lebih besar.

“Nampaknya belum ada aksi nyata yang dilakukan pada gedung-gedung yang ada sehingga kemungkinan kejadian serupa seperti di Padang bisa terjadi lagi di daerah lain jika terjadi gempa,” kata Prof Dr Ir Iman Satyarno ME saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Teknik UGM di Balai Senat UGM, Senin 22 Februari 2010.

Dalam pidato pengukuhannya yang berjudul “Evaluasi dan Tindakan Pengurangan Kerentanan Bangunan dalam rangka Mitigasi Bencana Gempa”, Iman menyatakan dalam mitigasi gempa bumi, tindakan yang dilakukan adalah dengan evaluasi cepat secara visual. Setelah itu, dilanjutkan berikutnya dengan tahap evaluasi kegempaan secara rinci.

Kemudian, tindakan kerentanan dilakukan melalui perbaikan dan pembongkaran. Jjika kinerja bangunan tidak memenuhi syarat kelayakan dan tidak dilakukan perbaikan karena dirasa tidak ekonomis, bangunan sebaiknya diruntuhkan atau diganti dengan yang baru.

Lebih lanjut dikatakan oleh staf pengajar Jurusan Teknik Sipil UGM ini, untuk tindakan perbaikan terhadap bangunan yang rentan dilakukan dengan mengurangi beban gempa yang terjadi, memperkuat struktur, dan memperbaiki bagian mekanikal. Perbaikan bangunan dengan cara mengurangi beban gempa dapat dilakukan dengan mengurangi berat sendiri bangunan, seperti mengubah fungsi bangunan, menggunakan bahan bangunan yang ringan, mengurangi jumlah lantai, dan pemberian isolasi dasar. Pengurangan gaya gempa dengan mengurangi berat sendiri dapat terjadi karena besarnya gaya gempa berbanding lurus dengan berat bangunan.

Disebutkan oleh pria kelahiran Bandung, 23 Januari 1963 ini, beton styrofoam merupakan bahan ringan yang dapat digunakan untuk pasangan dinding. Di samping beratnya ringan, bahan ini juga memiliki sifat yang lebih daktil dari pasangan bata pada umumnya. Dengan demikian, beton ini cocok untuk digunakan sebagai bahan dinding pada daerah gempa. Selain itu, dapat pula dimanfaatkan sebagai alternatif penyelesaian bangunan yang berada di lokasi dengan potensi likuifaksi.

Sementara itu, pemberian isolasi dasar dapat diterapkan untuk mengurangi gaya gempa karena waktu getar bangunan menjadi lebih panjang. Di samping untuk mengurangi kerusakan struktur, isolasi dasar juga digunakan untuk mengurangi kerusakan mekanikal, elektrikal, dan arsitektural yang disebabkan mengecilnya percepatan lantai. Namun sayang, cara ini belum banyak digunakan di Indonesia.

Kerentanan bangunan juga dapat dikurangi dengan memperkuat struktur dengan berbagai cara. Untuk bangunan rumah sederhana berupa dinding pasang bata, perkuatan dilakukan dengan menggunakan kawat kasa dan pita polipropilena, serta diplester dengan mortar.

“Metode ini cocok untuk diterapkan pada rumah sederhana yang tidak memenuhi syarat tahan gempa. Di samping pelaksanaannya yang mudah, cara ini juga tidak menghabiskan biaya yang besar," katanya seperti dilansir laman resmi UGM.

Untuk bangunan yang tidak sederhana, perkuatan dilakukan dengan melakukan kombinasi dari perlakuan, antara lain, menambah dimensi, bahan baru, atau struktur baru.  “Namun, perlu dicatat bahwa pelaksanaan perkuatan suatu bangunan harus dilakukan dengan hati-hati karena selain bisa mengubah kekuatan, perkuatan yang dilakukan bisa mengubah kekakuan, redaman, dan daktilitas struktur. Bahan yang digunakan untuk memperkuat struktur bangunan harus memiliki modulus elastisitas dan kekuatan yang lebih tinggi dari bahan struktur yang diperkuat,” katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar