Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak khawatir bila akhirnya Golkar tak ikut lagi dalam koalisi. Istana tidak melihat pernyataan anggota Fraksi Golkar, Priyo Budi Santoso yang juga Wakil Ketua DPR itu sebagai ancaman.
"Kalau memang ternyata tidak mau, tidak lagi ingin berkoalisi dengan partai pemerintah itu hak mereka, tidak ada keharusan. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," kata juru bicara presiden Julian Aldrin Pasha, di Istana Kepresidenan di Jakarta, Jumat 19 Februari 2010.
Julian mempertegas, Presiden SBY tidak khawatir terhadap ancaman Golkar yang akan mundur dari koalisi. Berkoalisi atau tidak, mundur atau terus, menurut Julian itu adalah hak dari masing-masing partai.
"Saya kira tak ada hal yang luar biasa dari Partai Golkar, tidak ada ancaman. Kami tak melihat ada ancaman," ujar mantan Wakil Dekan FISIP UI ini.
Menurut Priyo kemarin, bila kemungkinan terburuk terjadi, yakni perombakan kabinet atau reshuffle, maka Golkar akan langsung pamit. Julian menilai, reshuffle itu tidak ada kaitan dengan peringatan partai koalisi lain. Itu prerogatif SBY.
"Ini konteks yang harus dipahami, harus diterima oleh semua partai politik bahwa posisi menteri adalah pembantu presiden yang sepenuhnya merupakan hak prerogatif presiden," ujar Julian.
Julian menekankan, tentu presiden punya pertimbangan dan punya alasan yang bijak bila ada menteri yang harus diganti. "Tapi kalau tidak, ya tidak ada yang perlu dipertanyakan," ujarnya.
Kemarin, Priyo mengatakan, Golkar punya pendirian. Sehingga tidak bisa begitu saja berbelok arah.
"Golkar akan tetap menjaga martabat partai. Paling banter (kemungkinan terburuk), kami akan bicara baik-baik bahwa kami akan pamit. Itu pun sikap politik yang wajar," kata Priyo Budi Santoso anggota Fraksi Golkar di Gedung DPR, Jakarta, Kamis 18 Februari 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar