Kunjungan Presiden Amerika Serikat Barack Obama ke Indonesia diyakini bisa menjadi langkah baru sejarah Indonesia. Direktur Ekskutif Maarif Institute Fajar R UI Haq punya pengandaian yang menarik bahwa mungkin saja setelah ini, 'Presiden Indonesia bukan lagi orang Jawa'.
"Selama ini, Indonesia mirip Amerika yang konvensinya Presiden itu orang kulit putih, keturunan Inggris dan Protestan," kata Fajar dalam diskusi Gerakan Peduli Pluralisme di Galeri Cafe, Rabu 17 MAret 2010.
Obama yang menjadi icon pluralisme internasional, kata Fajar, mungkin saja mengubah konvensi Indonesia Presiden itu selalu Jawa dan Muslim.
Fajar mengatakan Tokoh NU Abdurrahman Wahid, dahulu pernah mengatakan bahwa mungkin saja suatu saat nanti pluralisme akan membawa jejak Indonesia meniru seperti Amerika.
"Kata Gusdur imposibel, tapi itu menjadi tantangan kedepan," kata Fajar meniru ucapan Gusdur.
Sebelumnya, Direktur Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah yang juga Cendekiawan Muslim Azyumardi Azra meyakini, terpilihnya Barack Obama sebagai Presiden Amerika Serikat akan membawa perubahan yang cukup besar terhadap pemikiran pluralisme di seluruh dunia.
Termasuk di Indonesia misalnya, sejarah Obama ini mulai terlihat di beberapa tempat dalam pemilihan pimpinan daerah.
Azyumardi mengatakan Barack Obama adalah contoh sukses keberhasilan pluralisme di AS. Sebelum Obama, ada semacam konvensi tak tertulis yang dikenal Presiden harus kulit putih, keturunan Inggris dan beragama Protestan.
"Sementara Obama itu lebih dominan hitam. Jadi terpilihnya ini menumbangkan mitos tersebut," ujar Azyumardi dalam diskusi Gerakan Peduli Pluralisme di Galeri Cafe TIM, Rabu 17 Maret 2010.
Gejala pluralisme, kata Azyumardi, di Indonesia ada beberapa wilayah yang dominan muslim tapi gubernur terpilih ternyata dari agama lain, dimisalkan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.
Azyumardi mengatakan bahwa contoh itu memperjelas makna pluralisme dimana pluralisme itu tidak berarti mencampur adukkan paham agama tertentu dengan agama lain.
Dalam konteks masyarakat Indonesia yang juga plural bahwa keberagaman dan mau untuk menerima perbedaan tanpa mencampuradukkan itu bentuk pluralisme sesungguhnya.
"Karena AS dan Indonesia itu dua negara yang sama-sama plural. AS dibentuk oleh kaum imigran yang mendirikan negara kristiani, sebuah kota di atas puncak bukit yang bisa menerangi berbagai penjuru. Itu sejarahnya. Pada awal kerusuhan dan keributan karena agama itu juga terjadi. Indonesia juga sama," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar